Terlibat Match Fixing, 8 Atlet Badminton Kena Hukuman Berat Dari BWF!

Terlibat Match Fixing, 8 Atlet Badminton Kena Hukuman Berat Dari BWF!

Wed, 03 Apr 2024Posted by Admin

BWF telah mengenakan sanksi terhadap delapan atlet bulu tangkis Indonesia karena terlibat dalam kegiatan pengaturan skor dan perjudian. Berikut adalah kronologi peristiwa yang melibatkan delapan atlet tersebut.

Pada September 2017, BWF menerima laporan dari seorang pengungkap atau whistleblower (WB) yang juga seorang atlet bulu tangkis, bahwa Hendra Tandjaya (HT) mencoba memanipulasi hasil pertandingan di Selandia Baru Open pada Agustus 2017.

WB juga mengungkapkan bahwa HT sebelumnya telah meminta bantuan yang sama pada Skotlandia Open pada November 2015 dan US Open pada Juli 2017.

BWF kemudian melakukan wawancara dengan HT pada 13 September 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia, dengan didampingi oleh Rachmat Setiawan dari PBSI dan penerjemah Najib. Wawancara kedua dilakukan di Sydney, Australia, pada 7 Desember 2018, termasuk wawancara dengan AD (Aditya Dwiantoro), AY (Androw Yunanto), dan AP (Agriprinna Prima Rahmanto Putra) pada Oktober 2018.

Setelah wawancara dengan keempat terdakwa, BWF tidak berhasil menghubungi empat terdakwa lainnya: ID (Ivandi Danang), MM (Mia Mawarti), FA (Fadila Afni), dan AD (Aditya Dwiantoro).

Kronologi Kasus Match Fixing 8 Atlet Indonesia:

Antara Januari hingga Desember 2014, HT mencoba mengatur hasil pertandingan turnamen BWF di Indonesia dengan WB, namun WB menolak.

Pada Oktober hingga Desember 2015, HT bersama Ivandi Danang mencoba mengatur hasil pertandingan di Grand Prix Skotlandia Open.

HT juga membayar Androw Yunanto untuk mengatur hasil pertandingan di Hong Kong Open pada November 2016.

Bersama Androw Yunanto, HT melakukan pengaturan skor di Macau Open dan Syed Modi pada Juni 2017.

Delapan atlet yang menerima ajakan mengatur pertandingan dan menerima uang dari Hendra Tandjaya mendapat sanksi seumur hidup dan denda dari BWF. Hal ini termasuk Agripinna Prima Rahmanto Putra yang tidak melaporkan ajakan HT untuk mengatur pertandingan di Vietnam Open pada Agustus hingga September 2017.

BWF memberitahu PBSI tentang dakwaan pelanggaran oleh delapan terdakwa tersebut dan memberi batas waktu hingga Oktober 2019 untuk merespons, namun tidak ada respons dari PBSI.

PBSI baru memberikan respons pada November 2019 untuk sebagian terdakwa, namun empat terdakwa lainnya tidak dapat dihubungi.

Pada Januari 2020, BWF mengetahui bahwa PBSI mengizinkan AP mengikuti turnamen yang dilarang oleh BWF.

BWF akhirnya menghukum delapan atlet tersebut pada awal Januari 2021, dengan sanksi seumur hidup dan denda untuk tiga di antaranya, dan larangan bermain untuk lima lainnya dengan denda masing-masing. PBSI mengutuk tindakan match fixing oleh atlet Indonesia dan menyebut bahwa kasus ini merusak citra bulu tangkis Indonesia secara keseluruhan.