UU Cipta Lapangan Kerja Yang Dipermasalahkan

UU Cipta Lapangan Kerja Yang Dipermasalahkan

Tue, 06 Oct 2020Posted by Admin

Rapat Paripurna DPR RI yang digelar pada Senin (5/10) di Kompleks DPR, secara resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang Undang. RUU Cipta Kerja memang sudah mulai dibahas DPR dan pemerintah sejak April 2020. Sepanjang pembahasannya RUU Cipta Kerja mendapat banyak penolakan dari masyarakat sipil. Rencana sebelumnya, rapat ini akan digelar pada 8 Oktober 2020 mendatang, namun dipercepat karena alasan banyaknya kasus Covid-19 di gedung DPR RI.

Pengesahan RUU Cipta Kerja dihadiri langsung perwakilan pemerintah, di antaranya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Pada rapat pengesahan RUU Cipta Kerja, mayoritas dari sembilan fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja ini. Fraksi-fraksi yang setuju ialah PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN. Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Cipta Kerja. Demokrat menilai RUU Cipta Kerja dibahas terlalu cepat dan terburu-buru. RUU Cipta Kerja juga disebut telah memicu pergeseran semangat Pancasila.

"Terutama sila keadilan sosial ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan terlalu neoliberalistik," ujar juru bicara Fraksi Demokrat Marwan Cik Asan.

Dalam UU Cipta Kerja, terdapat beberapa poin yang dinilai sangat kontroversial dan merugikan para pekerja. Berikut adalah pembahasan poin-poinnya dilansir dari laman CNN Indonesia.

1. Waktu Istirahat dan Cuti

Dalam pasal 79 ayat 2 Huruf B yang mengatur bahwa istirahat mingguan pekerja menjadi 1 hari dalam waktu 6 hari kerja. Artinya, aturan 5 hari kerja dihapus dalam undang-undang ini. Hak cuti pun berpotensi hilang.

2. Upah

Ini adalah salah satu yang krusial yang diatur dalam pasal 88B. Pasal ini mengatur tentang standar pengupahan berdasarkan waktu alias per jam. Dalam pasal ini, pengupahan ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan juga satuan hasil.

3. Aturan Jam Kerja

Aturan jam kerja pada UU Cipta Kerja dinilai eksploitatif. Pada UU Cipta Kerja pasal 77 disebutkan bahwa waktu kerja paling lama adalah 8 jam dalam waktu 1 hari dan 40 jam dalam waktu 1 minggu.

4. Status Kontrak

UU Cipta Kerja menghapus pasal 59 UU Ketenagakerjaan yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu atau biasa disebut dengan pekerja kontrak. Dengan dihapuskannya pasal ini berarti tidak ada Batasan aturan sampai kapan seorang pekerja bisa dikontrak. Akibatnya, bisa saja pekerja kontrak tersebut menjadi pekerja kontrak seumur hidup.

5. Tenaga Kerja Asing

Dalam pasal 42 disebutkan bahwa setiap pemberi kerja hanya diwajibkan membeli atau memiliki pengesahan rencana penggunaan TKA dari Pemerintah Pusat. Jika ini disahkan, maka pekerja asing sudah tidak diharuskan lagi untuk mendapatkan izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

6. Uang Penghargaan Masa Kerja

UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai uang penghargaan bagi pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja 24 tahun atau lebih. Seharusnya pekerja mendapat uang penghargaan sebesar 10 bulan gaji.

7. Jaminan Pensiun

UU Cipta Kerja menghapus sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerja atau buruh dalam program jaminan pensiun. Hal ini juga erat kaitannya dengan kemungkinan adanya kontrak seumur hidup.

8. Pesangon

Dalam UU Cipta Kerja, nilai pesangon dikurangi dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan upah. Dengan rincian 19 bulan dibayarkan oleh pengusaha, dan 6 bulan dibayar oleh BPJS Ketenagakerjaan.