Mengenal Fenomena 'Fatherless' Di Indonesia

Mengenal Fenomena 'Fatherless' Di Indonesia

Fri, 02 Apr 2021Posted by Admin

Seorang anak yang tumbuh bersama ibunya tanpa kehadiran ayah baik secara fisik atau psikologis dikenal dengan nama fatherless.

https://wtf2.forkcdn.com/www/delivery/lg.php?bannerid=0&campaignid=0&zoneid=7574&loc=https%3A%2F%2Fwww.cnnindonesia.com%2Fgaya-hidup%2F20210331171003-277-624531%2Ffatherless-ketika-ayah-tak-hadir-di-kehidupan-anak&cb=ec400b1a93Dibanding single mother atau broken home, fatherless mungkin jarang terdengar. Padahal sebenarnya, fenomena ini cukup besar di Indonesia.

Faktanya, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara dengan anak-anak tanpa ayah (fatherless country) terbanyak.

"Fatherless diartikan sebagai anak yang bertumbuh kembang tanpa kehadiran ayah, atau anak yang mempunyai ayah tapi ayahnya tidak berperan maksimal dalam proses tumbuh kembang anak dengan kata lain pengasuhan," kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti dikutip dari Antara.

"Reduksi peran gender tradisional memosisikan ibu sebagai penanggung jawab urusan domestik dan ayah sebagai penanggung jawab urusan nafkah masih melekat di masyarakat. Padahal, tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh kehadiran dari kedua orang tuanya dalam pengasuhan."

Fenomena fatherless ini muncul sebagai akibat dari peran ayah yang hilang dalam proses pengasuhan dan tumbuh kembang anak. Salah satunya karena peran gender tradisional yang masih melekat di masyarakat Indonesia.

Fatherless sebenarnya bukan hanya soal kehadiran fisik seorang ayah karena hubungan rumit antara ibu dan ayah, tapi juga secara psikologis, sekalipun orang tua berada masih dalam hubungan pernikahan.

Sebenarnya ada banyak kisah fatherless, namun mungkin tak disadari. Misalnya keluarga miskin yang tidak memiliki figur ayah karena ibunya merupakan istri muda, keluarga kaya yang kehilangan figur ayah karena alasan sibuk bekerja dan sering bepergian keluar kota, atau tanpa sadar tidak menjadikan keluarga sebagai prioritas.

Meskipun anak memiliki ayah, namun mereka tidak mendapatkan pendampingan dan pengajaran dari sosok ayah maka tetap berdampak buruk bagi perkembangan masa depannya.

Lebih lanjut, anak yang mengalami fatherless rata-rata merasa kurang percaya diri, cenderung menarik diri di kehidupan sosial, rentan terlibat penyalahgunaan obat terlarang, rentan melakukan tindak kriminal dan kekerasan, kondisi kesehatan mental yang bermasalah, munculnya depresi hingga pencapaian nilai akademis yang rendah.

Hal tersebut umumnya terjadi karena anak kehilangan sosok ayah sebagai panutan dan pendamping hidup. Adanya kekosongan peran ayah dalam pengasuhan anak, terutama dalam periode emas, yakni usia 7-14 tahun dan 8-15 tahun sangat berpengaruh dalam urusan prestasi sekolah. Dampak fatherless bagi anak-anak yang bersekolah antara lain sulit konsentrasi, motivasi belajar yang rendah, dan rentan terkena drop out.

Untuk menghindari berbagai masalah perkembangan anak, kehadiran ayah sangatlah diperlukan. Tak hanya untuk anak laki-laki, tapi kehadiran ayah juga diperlukan anak perempuan. Anda tentunya ingat ungkapan, ayah adalah cinta pertama anak perempuannya.

Menjadi seorang ayah yang baik bukan berarti harus menjadi superman atau superdad. Cara paling mudah adalah dengan meluangkan waktu, memberikan telinga untuk mendengarkan kisah dari anak-anak, memberikan kehangatan melalui ciuman, pelukan, atau bentuk kasih sayang lainnya, itulah yang diperlukan oleh anak.​​​​​​