Kisah Mulia Dibalik

Kisah Mulia Dibalik "Skincare" Non BPOM

Fri, 26 Mar 2021Posted by Admin

Sobat7 pasti langsung berhati-hati jika produk skincare yang anda beli non BOPM, apalagi beberapa bulan ini banyak kejadian penggerebekan produsen skincare non BPOM. 

Skincare yang beredar di masyarakat memang harus terdaftar di BPOM untuk keamanan masyarakat. Jangankan yang non BPOM, produsen besar yang sudah terdaftar di BPOM saja pernah ketahuan menggunakan bahan berbahaya, yakni merkuri. Jika mereka saja masih bisa melakukannya, apalagi yang tidak terdaftar di BPOM?

Skincare natural adalah produk perawatan tubuh yang bahannya terbuat dari bahan natural identikal dan ekstrak tanaman. Bahan-bahan ini aman dan ramah bagi tubuh karena tidak mengandung bahan sintetis yang bisa membahayakan tubuh. Tak hanya bagi tubuh, skincare natural juga aman bagi lingkungan; limbah yang dihasilkan akan dengan mudah terurai di alam.

Mereka memiliki misi mulia, ingin mengajak masyarakat hidup sehat dan menjaga lingkungan bersama. Mereka bukan tidak mau mendaftarkan produknya, namun belum sanggup mendaftarkan produknya di BPOM. Alasannya tak lain karena dana. Untuk bisa mendaftarkan produk, produsen harus memiliki pabrik.

Biaya pembangunan dan instalasi pabrik tidaklah sedikit dan murah. Bahkan sesudah mendirikan pabrik dan sudah terdaftar di BPOM, mereka juga harus memasarkannya. Sedangkan marketing sendiri akan menguras biaya yang tidak sedikit. Tentu hal ini tidak dialami perusahaan besar.

Perusahaan besar yang sudah memiliki pabrik biasanya langsung memasarkannya lewat iklan di mana-mana, promo besar-besaran, dan sebagainya. Mereka memiliki modal yang tidak sedikit, dan akan mengeluarkan dana sebanyak-banyaknya ketika launching produk baru.

​​​​​

Jika begini, apa kabar produsen kecil yang untuk membuat pabrik saja kesulitan? Yang untuk membeli bahan saja masih harus menabung. Perlu diketahui bahwa harga bahan baku skincare natural tidak murah. Hal ini tentu karena mereka menggunakan bahan-bahan yang berasal dari ketersediaan alam juga terbatas dan harus diperbarui terus menerus.

Maka yang bisa mereka upayakan adalah berjualan dahulu, mengenalkan produk mereka, lalu sambil perlahan menabung untuk membuat pabrik dan mengurus perizinan. Namun dengan adanya penggerebekan, mereka terpaksa tutup toko. Tak punya penghasilan, sementara mereka juga harus menyiapkan uang untuk mengurus perizinan. Miris sekali, padahal tujuan mereka sangat mulia.

Kesadaran tentang lingkungan memang masih sangat minim. Banyak pabrik yang limbahnya berdampak ke masyarakat karena tidak diolah dengan benar. Tapi mereka dengan tegaknya masih berdiri. Sedangkan produsen skincare natural yang tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan malah tersendat perkembangannya.

Mereka juga ingin menjadi legal dan terdaftar di BPOM, namun membuat pabrik tidak semudah itu. Mereka memulai segalanya dari nol, dan menabung perlahan. Kita tahu sendiri bahan baku pembuatan skincare natural itu tidak murah, sehingga harga produk pun tidak selalu terjangkau bagi semua kalangan. Artinya, penjualan mereka tidak bisa sebanyak produsen skincare non natural yang harganya cenderung murah.

Jika kasusnya seperti ini, apakah pemerintah tidak tergerak hatinya untuk membuat regulasi khusus bagi produsen skincare natural yang masih merintis? Regulasinya bisa berupa melampirkan bukti cek laboratorium bahwa bahan berbahaya tidak terdapat dalam skincare yang dibuat. Produksi tak harus di pabrik, namun tidak membahayakan penghuni rumah dan penduduk sekitar.